indrabel.com - Akhir-akhir ini booming kembali polemik mengenai harga BBM yang tidak seragam diseluruh Indonesia. Misalnya saja di Provinsi Papua, beberapa pihak mengklaim harga BBM disana masih sangat mahal sekali dibandingkan daerah lainnya. Kebijakan "Satu Harga" Presiden Jokowi untuk menyamaratakan harga diseluruh daerah dikatakan belum maksimal. Pemerintah kembali menjadi sorotan karena dianggap tidak berhasil menurunkan harga.
Yang dimaksudkan disini adalah Bahan Bakar Minyak (BBM) penugasan atau yang di subsidi oleh Pemerintah yaitu Premium, Solar serta Minyak Tanah. Oleh karena itu BBM seperti Pertalite dan Pertamax tidak termasuk didalamnya, karena keduanya merupakan BBM tertentu atau non subsidi. Jika BBM non subsidi juga dipermasalahkan ketika mengalami kenaikan, maka bisa rugi Pemerintah. Ini dulu yang perlu dipahami oleh masyarakat dan merubah mindset mengenai terminologi tersebut.
Papua terdiri dari 28 Kabupaten dan 1 Kota dengan medan yang berbeda-beda. Beberapa daerah hanya bisa diakses dengan menggunakan pesawat. Ya, BBM di distribusikan hanya menggunakan pesawat. Biayanya sangat tinggi sekali. Sesuai program "BBM Satu Harga", biayanya sudah ditanggung oleh PT. Pertamina (Persero).
Karena yang sering menjadi kontroversi oleh masyarakat hingga saat ini adalah BBM bersubsidi yang katanya harganya berbeda-beda antara daerah yang satu dengan daerah lain di Indonesia. Seperti yang kita ketahui Tahun 2016 Pemerintah menerapkan harga untuk BBM Premium Rp 6.450 dan Solar Rp 5.150. Entah sekarang mengalami kenaikan atau tidak, yang jadi pertanyaannya sekarang adalah apakah benar harga BBM subsidi di Papua berbeda dengan daerah lain?
Papua terdiri dari 28 Kabupaten dan 1 Kota dengan medan yang berbeda-beda. Beberapa daerah hanya bisa diakses dengan menggunakan pesawat. Ya, BBM di distribusikan hanya menggunakan pesawat. Biayanya sangat tinggi sekali. Sesuai program "BBM Satu Harga", biayanya sudah ditanggung oleh PT. Pertamina (Persero).
Mengapa banyak pihak mengatakan harga BBM akan turun hanya ketika Jokowi melakukan kunjungan ke Papua. Mau beliau datang atau tidak, harganya tetap sama. Apakah ini bagian dari politik?.
Untuk di Kota Jayapura, BBM aman-aman saja tidak ada masalah. Hanya saja di wilayah Pegunungan Tengah Papua yang mengalami permasalahan ini. Bukan masalah harga tetapi masalah kuota. Yang membedakannya adalah jumlah ketersediaannya saja. ketersediaan BBM yang masih sedikit dibanding jumlah permintaan. Soal harga tetap sama dengan di luar Papua.
Di Kabupaten Yalimo salah satunya, Agen Penyalur Premium dan Minyak Solar (APMS) menerapkan sistem pembagian kupon yakni untuk Motor dibatasi 5 Liter dan Mobil sebanyak 20 Liter. Hal ini dilakukan agar semua masyarakat bisa mendapatkan jatah ditengah-tengah terbatasnya ketersediaan BBM. Harganyapun tetap sama dengan harga resmi yang ditetapkan oleh Pertamina.
Jika ada yang mengatakan harga BBM di Papua mahal sebenarnya tidak salah 100% juga. Tetapi harus jelas belinya itu dimana dan pada siapa? karena ketika dikatakan mahal, seolah-olah harga BBM di Papua tidak sesuai dengan harga resmi yang sebelumnya sudah ditetapkan.
Yang membuat harga menjadi mahal sebenarnya adalah Pengecer. Pengecer yang sebelumnya juga bersama-sama dengan masyarakat mendapatkan jatah kupon, kemudian menjualnya kembali dengan harga mahal. Masyarakat mau tak mau membeli dengan harga eceran, karena BBM dengan harga resmi yang disediakan Pemerintah sangat terbatas.
Harga yang ditawarkan pengecer mulai dari Rp 25.000 hingga Rp 100.000 per liter bahkan bisa lebih dari itu, tergantung kelangkaannya. Pengecerlah yang memanfaatkan kesempatan ini disaat jumlah konsumsi kendaraan masyarakat lebih tinggi dari kuota yang dibatasi tadi.
Jadi, pada intinya harga sudah disamakan, tetapi kuota ketersediaan atau pasokan BBM ke daerah-daerah tertentu di Papua yang masih terbatas yang mengakibatkan pengecer mengambil keuntungan sebesar-besarnya.
Yang membuat harga menjadi mahal sebenarnya adalah Pengecer. Pengecer yang sebelumnya juga bersama-sama dengan masyarakat mendapatkan jatah kupon, kemudian menjualnya kembali dengan harga mahal. Masyarakat mau tak mau membeli dengan harga eceran, karena BBM dengan harga resmi yang disediakan Pemerintah sangat terbatas.
Harga yang ditawarkan pengecer mulai dari Rp 25.000 hingga Rp 100.000 per liter bahkan bisa lebih dari itu, tergantung kelangkaannya. Pengecerlah yang memanfaatkan kesempatan ini disaat jumlah konsumsi kendaraan masyarakat lebih tinggi dari kuota yang dibatasi tadi.
Jadi, pada intinya harga sudah disamakan, tetapi kuota ketersediaan atau pasokan BBM ke daerah-daerah tertentu di Papua yang masih terbatas yang mengakibatkan pengecer mengambil keuntungan sebesar-besarnya.
Oleh karena itu, yang menjadi PR Pemerintah saat ini adalah bagaimana caranya memasok BBM sebanyak-banyaknya. Pemerintah harus menyiapkan infrastrukur yang mendukung distribusi BBM oleh Pertamina. Karena distribusi secara terus-menerus hanya menggunakan pesawat akan membebankan pihak Pertamina juga walaupun Perusahaan tersebut milik Pemerintah sendiri.
Dengan demikian, ketersediaan BBM oleh Agen Resmi untuk masyarakat selalu terpenuhi dan tidak menjadi langka sehingga tidak disalahgunakan oleh pengecer atau pihak manapun.
Dengan demikian, ketersediaan BBM oleh Agen Resmi untuk masyarakat selalu terpenuhi dan tidak menjadi langka sehingga tidak disalahgunakan oleh pengecer atau pihak manapun.
Terima kasih dan salam.
Belum ada tanggapan untuk "BBM DI PAPUA: BUKAN HARGA TAPI KUOTA"
Post a Comment