Melawan Maladministrasi Di Bumi Cenderawasih

Indrabel.comOmbudsman Republik Indonesia (ORI) merupakan Lembaga Negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, BHMN serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD (UU No. 37 Tahun 2008).
Berbicara tentang pengawasan pelayanan publik, menurut UU No. 25 Tahun 2009 pelayanan publik merupakan kegiatan pemenuhan kebutuhan pelayanan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan pelayanan administratif yang berasaskan kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keprofesionalan, tidak diskriminatif, tepat waktu, mudah dan terjangkau.

Jika melihat kembali ke belakang, sistem pemerintahan di Indonesia salah satunya menganut Asas Demokrasi, dimana Pemerintahan berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Singkatnya, baik itu Penyelenggara Negara ataupun Pemerintahan merupakan Pelayan Rakyat.

Hadirnya Perwakilan ORI sejak tahun 2012 di Provinsi Papua menunjukkan bahwa pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat di Papua juga dipandang perlu untuk diawasi. ORI Papua berfungsi mengawasi pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan serta badan swasta yang dananya bersumber dari APBN/APBD. 

Dalam Fungsi Pengawasan, terdapat Bidang Penyelesaian laporan atas dugaan Maladministrasi yang disampaikan oleh Pelapor dan/atau Investigasi yang dilakukan ORI atas Prakarsa Sendiri. Selain itu, terdapat juga Fungsi Pencegahan yang salah satu programnya adalah Survey Penilaian Kepatuhan Terhadap UU. No. 25 tentang Pelayanan Publik. 
Berdasarkan Hasil Penilaian Kepatuhan Terhadap Standar Pelayanan Publik sejak tahun 2013 hingga tahun 2016, Pemerintah Provinsi Papua selalu masuk kedalam tingkat kepatuhan rendah (zona merah). Predikat ini sendiri diberikan setelah dilakukan survey terhadap pemenuhan produk layanan setiap tahun dan ternyata masih banyaknya komponen standar pelayanan yang belum terpenuhi. 

Pengabaian terhadap standar pelayanan dapat berpotensi mengakibatkan memburuknya kualitas pelayanan. Contoh kecilnya adalah tidak terdapat Maklumat Pelayanan, maka potensi ketidakpastian hukum terhadap pelayanan publik akan semakin besar. Begitu pula dengan tidak adanya standar biaya yang dipampang secara jelas, mengakibatkan terjadinya pungutan liar yang lama-kelamaan seolah-olah menjadi hal yang biasa dan wajar. Sehingga pengguna layanan publik tidak mengetahui apakah layanan yang diberikan biayanya memang ada aturannya atau termasuk dalam pungutan liar. Yang masyarakat tahu hanya mengikuti saja prosedurnya agar prosesnya dapat cepat selesai.
           
Pengabaian standar pelayanan publik mendorong terjadinya perilaku maladministrasi. Maladministrasi sendiri adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara Pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.
            
Berpihak, Tidak Memberikan Pelayanan, Penyalahgunaan Wewenang, Penundaan Berlarut, dan Penyimpangan Prosedur merupakan beberapa contoh jenis maladministrasi yang kerap dilakukan sekaligus menjadi bukti nyata bahwa mindset merasa berkuasa ataupun ingin dilayani masih terjadi. Jumlah laporan masyarakat yang masuk ke ORI Papua dari tahun 2013 sampai dengan 2016 sebanyak 503 laporan dengan bentuk maladministrasi terbanyak yaitu Penundaan Berlarut dan Penyalahgunaan Wewenang. Kelompok Instansi Terlapor tertinggi ada pada Pemerintah Daerah dan Kepolisian.
            
Maladministrasi merupakan pintu awal masuknya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Tidak heran jika banyak oknum pelaksana pelayanan yang ingin memperkaya diri sendiri dengan melakukan maladministrasi. Sebenarnya siapakah pelayan dan siapa rajanya? Bagaimana bisa pelayanan yang berikan kepada masyarakat tidak maksimal yang notabenenya adalah kontributor APBN/APBD.
            
Oleh karena itu, masyarakat harus mengetahui hak-haknya dalam menerima pelayanan, misalnya saja apakah ada alur pelayanan, berapa biaya yang dibutuhkan dalam menerima layanan, apakah petugas memberikan pelayanan yang ramah atau tidak. Kesadaran masyarakat untuk berani melapor sangat diharapakan demi pelayanan publik yang lebih baik. Karena melapor itu baik. Pelayanan publik ini untuk kita semua, sehingga sikap ingin dilayani seharusnya diubah menjadi melayani. “Menjadi contoh, bukan memberi contoh”. 

Sekian dan terima kasih.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Melawan Maladministrasi Di Bumi Cenderawasih"

Post a Comment